Langsung ke konten utama

akuntansi sektor publik

Perkembangan Pemekaran Daerah

Pengertian pemekaran daerah
Pemekaran daerah merupakan suatu langkah atau cara politik sebuah daerah dengan cara membagi atau memperluas sub bagian wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang berbentuk provinsi baru atau pun kabupaten baru. Tujuan dari dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah ini adalah tidak lain dengan meningkatkan berbagai pelayanan social yang diberikan dan meningkatkan kefektivan serta keefisiensian sebuah daerah dalam mengatur atau mengelola daerahnya baik dilihat dari sector perekonomian, politik serta pelayanan public untuk masyarakatnya.

Dalam Undang Undang otonomi daerah, wacana pemekaran tidak terlepas dari pemberlakuan prinsip-prinsip otonomi daerah. Hal ini menyimpulkan bahwa pada prinsipnya otonomi daerah merupakan media atau jalan untuk menjawab tiga persoalan mendasar dalam tata pemerintahan dan pelayanan terhadap publik. Sehingga banyak orang berasumsi bahwa pemekaran daerah merupakan langkah yang diambil setelah diberlakukannya otonomi daerah yang merupakan:
1. pemekaran daerah yang dilakukan oleh pemerintah merupakan jalan atau upaya untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat.
2. melalui pemekaran daerah juga harus tercipta akuntabilitas yang terjaga dengan baik.
3. pemekaran daerah diformulasikan menjadi langkah untuk mengupayakan responsiveness, dimana publik berpartisipasi aktif dalam pengambilan kebijakan.


Tujuan pemekaran daerah
Bersdasarkan pasal 2 PP 129/2000 disebutkan ada beberapa tujuan dibentuknya sebuah daerah baru atau dilakukannya pemekaran daerah. Tujuan tersebut diantaranya:
1. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2. meningkatkan pelayanan masyarakat
3. mempercepat pertumbuhan demokrasi
4. mempercepat pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah
5. mempercepat pengelolaan potensi daerah
6. meningkatkan keamanan dan ketertiban
7. meningkatkan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah

Pembentukan pemekaran daerah dan daerah otonom
Pemekaran daerah dapat terjadi di setiap wilayah di Indonesia ini. Suatu daerah otonom dapat melakukan suatu pemekaran dengan menggunakan sebuah media yaitu melihat indikator keberhasilan pembangunan daerah selama penerapan otonomi daerah tersebut, yang telah berusia enam tahun ini, sekaligus dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan pemekaran.

Indikator menilai kemajuan
Dalam implementasi struktur, fungsi dan tugas dalam kepemerintahan suatu daerah dapat ternilai apakah daerah tersebut mampu dalam menjalankan situasi, mengoperasikan serta meningkatkan pelayanan dalam daerah otonomnya. Penilaian ini dilakukan dengan melihat indikator yang secara sederhana dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. aspek ekonomi daerah. Indikator aspek ini akan menjawab seperti apakah nantinya kekuatan ekonomi dari daerah-daerah yang menjadi bagian dari wilayah yang hendak dimekarkan. Selanjutnya, potensi-potensi apa yang bisa dimaksimalkan dalam membangun ekonomi daerah. Ini perlu dilakukan, mengingat pertimbangan ekonomi adalah salah satu unsur utama didalam memandirikan suatu daerah. Sebab indikator ini menggunakan dasar penilaian dengan menggunakan dasar ”apakah pembangunan yang terjadi selama enam tahun terakhir ini adalah pembangunan yang merangsang pertumbuhan ekonomi di masyarakat lokal.” Hal ini perlu dijalankan dengan melakukan kajian mendalam, sehingga kelihatanlah seberapa besar pengaruh otonomi daerah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun secara regional, untuk memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan demikian akan bisa kita ketahui bahwa apakah otonomi daerah selaras dengan upaya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. aspek pelayanan publik. Dalam konteks ini, harus dinilai seberapa dekat pemerintah daerah dengan masyarakat, yang tercermin dalam urusan-urusan pelayanan publik yang terbuka, efisien dan efektif. Apakah publik merasa dipuaskan melalui pelayanan pemerintah lokal, atau justru pemerintah lokal mengharapkan pelayanan dari masyarakat. Apakah mental-mental KKN dan primordialisme masih sangat kental dalam urusan-urusan publik. Masih terdapat ketidakadilan, kemudian politik kongkalikong di antara elit lokal masih kerap terjadi.
3. aspek pembangunan demokrasi politik. Menjadi penting juga mengkaitkan antara pelaksanaan otonomi daerah dengan upaya-upaya pelembagaan demokrasi ditingkat lokal. Potret ini bisa terlihat dari beberapa kritiskah rakyat dalam melihat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah lokal? Atau seberapa besarkah kontribusi dari masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan strategis di daerahnya ?

Indikator diatas merupakan sebagai batu loncatan yang harus dipertimbangkan baik-baik oleh pemerintah dalam menyetujui terbentuknya daerah baru dari pemekaran otonomi daerah. Sehingga pada akhirnya daerah yang dimekarkan dapat sungguh-sungguh mampu dalam mengelola daerahnya.

Jawaban supaya suatu daerah mampu melewati indikator dan membentuk sebuah daerah baru atau memekarkan daerahnya adalah dengan mempercepat laju pertumbuhan pembangunan daerahnya dari berbagai aspek kegiatan kepemerintahannya. Menurut Marselina (Unila, 27-4-2006), percepatan pembangunan di daerah otonom bisa dilakukan dengan cara:
1. mendorong dan membuka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru
2. desentralisasi pembangunan dan pelayanan publik
3. belanja pembangunan dalam APBD yang tepat dan terfokus; dan
4. strategi pemekaran sebagai opsi terakhir yang menjadi awal rencana memekarkan daerah.

Pemekaran daerah pada faktanya
Pada kenyataannya pemekaran daerah tidaklah berjalan sesuai dengan tujuan apa yang seharusnya menjadi target. Hal ini nampak dari belum kunjung meningkatnya kesejahteraan dan kualitas pelayanan yang diperoleh masyarakat masih seperti yang dulu. Pelayanan yang didapat masih dapat dikatann sebagai pelayanan yang ruwet, rumit, dan duit. Pascapemekaran, wilayah induk dan provinsi termasuk juga pemerintah pusat, mengalami berbagai kesulitan karena harus berbagi sumber daya dan dana APBD/APBN. Jika rencana pemekaran tidak hati-hati dan dipersiapkan dengan matang, lebih dominan "musibah" yang ditelan masyarakat ketimbang "berkah" yang menghampiri.

Selain itu pemekaran juga tidak jauh dengan istilah ”daerah pemekaran bermasalah” hal tersebut nampak pada ungkapan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Ma'ruf yang menjelaskan hasil evaluasi 98 daerah otonom, umumnya daerah baru hasil pemekaran, ternyata 76 daerah (78%) bermasalah, seperti soal penyerahan personel, peralatan, dokumen, batas wilayah, rencana tata ruang, pemindahan PNS ke daerah baru, dan yang paling berat adalah masalah pendanaan. Masalah pendanaan ini berkaitan erat dengan belum tercapainya angka potensi kemampuan ekonomi.

Ungkapan yang tidak sesuai dengan kenyataannya:
"Pemekaran diharapkan tidak membebani keuangan negara," kata Menteri Dalam Negeri Mardiyanto saat menyampaikan pandangan pemerintah dalam rapat paripurna pengesahan pembentukan 12 daerah pemekaran baru di Gedung MPR/DPR, Rabu (29/10).
Jumlah daerah merupakan angka pembagi dalam formula penentuan Dana Alokasi Umum (DAU). Yang dirugikan sebetulnya daerah induk, karena alokasi APBN untuk daerah menjadi terbagi kepada daerah otonom baru. Namun biasanya, jumlah DAU yang diterima daerah induk setelah pemekaran minimal sama dengan sebelum terjadinya pemekaran, maka kebutuhan dana akibat pemekaran ini menjadi beban tambahan bagi pusat. Pembentukan daerah baru ternyata memberikan implikasi bagi kebijakan fiskal nasional. Wujud dari implikasi ini dikemukakan Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu Mardiasmo yang melihat keberadaan daerah otonom baru akan mengurangi alokasi dana perimbangan yang diterima daerah yang telah ada.

Dengan alokasi anggaran kepada daerah yang harus memperhatikan kemampuan anggaran negara dan dengan bertambahnya daerah-daerah otonom baru, yang juga harus memperoleh anggaran perimbangan, mengakibatkan pemerintah pusat memilih merasionalisasi alokasi anggaran. Sehingga, penyesuaian yang dilakukan dalam pengalokasian anggaran perimbangan memberikan dampak kepada daerah-daerah yang sudah ada sebelumnya.

Pemekaran tidak mengarah jauh lebih baik
Beberapa data lagi yang dapat menggambarkan kondisi pembentukan daerah otonom baru tidak serta merta memberi perubahan baik kepada masyarakat daerahnya.
1. pembentukan daerah otonom baru memberikan implikasi terhadap pengelolaan kelembagaan nasional. Bahwa daerah otonom di Indonesia menjadi bertambah jumlahnya sehingga menghasilkan struktur yang lebih banyak adalah suatu hal yang jelas. Namun bertambahnya struktur tersebut juga membawa konsekuensi besar terhadap pengelolaan sumber daya kelembagaan. Dalam hal sumber daya keuangan misalnya. Pembentukan daerah baru ternyata memberikan implikasi bagi kebijakan fiskal nasional. Wujud dari implikasi ini dikemukakan Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu Mardiasmo yang melihat keberadaan daerah otonom baru akan mengurangi alokasi dana perimbangan yang diterima daerah yang telah ada.
2. pembangunan kelembagaan daerah. Beberapa daerah otonom baru mengalami masalah dalam aspek pembangunan kelembagaannya. Hal ini berkaitan dengan sumber daya (SDM, finansial, dan administratif) yang diperlukan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas pada daerah baru tersebut. Dalam unsur sumber daya finansial (anggaran) misalnya, anggota BPK Baharuddin Aritonang menyebutkan, merujuk temuan BPK terhadap daerah otonom baru, kinerja keuangan daerah pemekaran baru memprihatinkan. Selain mengandalkan dana dari pusat, daerah baru hasil pemekaran juga kekurangan SDM yang mau menjadi aparatur pemerintahan.
3. penggerakkan kapasitas daerah. Beberapa daerah otonom baru hasil pemekaran justru mengalami masalah dalam menggerakkan kapasitas daerahnya. Penyebabnya, setelah pemekaran dilakukan kerja sama ekonomi masyarakat justru melemah, skala produksi mengecil, dan persaingan antardaerah menguat. Akibatnya, biaya ekonomi membesar dan lokasi geografis kurang mendukung kegiatan ekonomi. Kesejahteraan masyarakat juga menurun akibat perlambatan kegiatan ekonomi masyarakat.

Untuk itu, revisi terhadap PP 129 Tahun 2000 yang memang lebih berdimensi kuantitas dan menafikan aspek kualitas masih kita nantikan untuk lebih mampu memberikan jaminan atas masa depan daerah otonom baru yang akan diusulkan oleh beberapa daerah. Yang juga kita tunggu implementasinya adalah penerapan dari pasal 6 UU No. 32 Tahun 2004 yang memberi peluang bagi daerah otonom untuk dihapuskan atau digabungkan kembali dengan daerah induknya jika tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah setelah melalui proses evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Strategi Penataan Daerah
Pemekaran daerah yang tidak membawa sebuah daerah kearah yang jauh lebih baik membuahkan pemikiran bahwa pemekaran daerah seharusnya dikurangi dengan menggunakan strategi yang tepat.strategi tersebut diantaranya:
1. substansi perlu dipikirkan nilai dasar dan tujuan akhir dari pemekaran. Jika demokrasi lokal menjadi nilai dasar dan tujuan pemekaran, pemekaran kabupaten/kota akan jadi prioritas. Sebaliknya, jika nilai dasarnya adalah efisiensi-efektivitas pemerintahan, pemekaran kabupaten/kota harus dibatasi dan provinsi harus diperbanyak.
2. proses pengusulan DOB untuk melakukan penahapan pemekaran. Sebelum DOB dibentuk, perlu diberikan masa persiapan, misalnya, tiga tahun. Masa persiapan tersebut adalah masa pembinaan sekaligus evaluasi terhadap kesiapan daerah untuk dimekarkan. (*)
3. perbaikan mentalitas dan orientasi politisi terhadap tujuan pemekaran.

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007
Pemekaran daerah memang sulit dibendung. Aturan membolehkannya. Pemerintah telah menelurkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang menggantikan PP No 129/2000. Persyaratan baru dalam PP No 78/2007 bisa dikatakan lebih ketat.

Pemerintah membutuhkan waktu selama dua tahun untuk menyusun PP No 78/2007. Mengenai mengapa penyusunan revisi peraturan pemerintah itu demikian lama, Departemen Dalam Negeri selalu berdalih, mereka membutuhkan kajian yang mendalam untuk merevisi PP No 129/2000 untuk disinkronisasikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Selama kurun waktu dua tahun itu, laju pemekaran terus meningkat tajam. Rencana moratorium yang pernah dilontarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan sidang paripurna khusus Dewan Perwakilan Daerah dan terlontar di penutupan masa sidang DPR awal tahun 2007 tak menyurutkan aspirasi pemekaran.

Sejumlah hal yang bisa menjelaskan mengapa moratorium pemekaran sulit dilakukan, diantanya:
1. tuntutan terhadap pemekaran adalah cara hukum mendorong pemerintah untuk mengalirkan keuangan negara ke daerah. Selama insentif keuangan berupa dana alokasi umum, dana alokasi, dan dana perimbangan lainnya dari pemerintah pusat terus mengalir ke DOB, selama itu pula tuntutan pemekaran akan terjadi. Dengan kata lain, pemekaran adalah alat bagi daerah untuk menekan pemerintah pusat agar memberikan uang kepada daerah.
2. selain berdimensi keuangan negara, pemekaran memiliki dimensi politik. Pemekaran merupakan cara politik untuk memberikan ruang yang lebih besar kepada kader-kader partai politik di daerah untuk berkiprah di lembaga-lembaga perwakilan serta lembaga-lembaga pemerintahan daerah. Pembentukan DOB jelas diikuti pembentukan sejumlah struktur dan posisi di daerah seperti kepala daerah, wakil daerah, anggota DPRD, dan posisi-posisi pemerintahan lainnya. Tidak mengherankan jika anggota DPR memiliki interes yang tinggi untuk terus membuat inisiatif RUU pemekaran.
3. pemekaran juga bisa berdimensi janji politisi kepada masyarakat di daerah pemilihannya (dapil). Apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan menjadi alat kampanye yang efektif untuk mendongkrak suara dalam pemilu. Kontra opini terhadap pemekaran bisa dipandang tidak prodaerah dan tidak prorakyat.
4. meski masih berupa indikasi dan masih harus dibuktikan, transaksi ekonomi politik sangat berpotensi terjadi dalam pengusulan dan inisiatif RUU pemekaran.
5. tentu saja sangat legitimate untuk menyatakan bahwa dari matra luas wilayah dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk mendekatkan pelayanan sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat. Berbagai penjelasan tersebut sebenarnya telah menjadikan DPR dan pemerintah ‘’tersandera’’ dalam tuntutan pemekaran. Kepentingan memperluas struktur dan posisi di daerah, tuntutan mengalirkan dana pusat ke daerah, janji kampanye pemilu, serta indikasi transaksi ekonomi politik memaksa dan menyandera anggota-anggota DPR untuk terus memberikan tempat bagi usul dan inisiatif pemekaran daerah.

Rasanya sulit untuk menghentikan tuntutan pemekaran daerah hanya dengan mengandalkan syarat-syarat teknis-administratif. Penyanderaan bukan hanya dilakukan calon DOB terhadap anggota-anggota DPR, tapi juga dilakukan DPR terhadap pemerintah.


Tarik ulur terus terjadi antara pemerintah dan DPR saat membahas puluhan usulan calon daerah baru di kurun waktu 2005- 2007. Selama dua tahun itu, kedua pihak telah menyepakati pembentukan 31 daerah baru.

Perdebatan yang sering terjadi terkait apakah pembahasan pemekaran akan dilanjutkan atau menunggu aturan baru. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menyatakan PP No 78/2007 memuat beberapa syarat pemekaran yang berbeda dengan aturan yang lama, di antaranya jumlah kabupaten, waktu pemekaran, juga rekomendasi dari kabupaten induk dan provinsi.

Perbedaan lain dari kedua aturan itu ialah mengenai penghapusan dan penggabungan daerah. PP No 78/2007 mengatur penghapusan suatu daerah didahului dengan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tak kunjung selesai. Dengan demikian, penghapusan dan penggabungan daerah yang dinilai tidak mampu lagi menyelenggarakan pemerintahan daerah pun belum bisa terwujud.

PP No 78/2007 memang bisa dibilang lebih lengkap mengatur persyaratan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah dibandingkan PP No 129/2000. Sayangnya, substansi yang juga penting tidak tercantum di PP No 78/2007, yaitu soal tujuan ketiga hal itu.

Pejabat pemerintah maupun DPR sering kali berucap bahwa tujuan pemekaran adalah menyejahterakan masyarakat, memperpendek rentang kendali, dan memperbaiki pelayanan publik. Sekarang, ketika peraturan sudah sah, kita hanya bisa berharap semoga pemerintah dan DPR tidak lupa tujuan pemekaran ketika membahas RUU pembentukan daerah baru.

Peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mempertanyakan apa semangat dari PP No 78/2007, apakah mau memperjelas syarat dan mekanisme pemekaran daerah ataukah membatasi pemekaran. Menurut dia, masalah pemekaran daerah bukan hanya persyaratan pemekaran, tetapi juga prosedur pengusulan pemekaran daerah.



Daftar Pustaka

http://beritasore.com/2008/10/29/dpr-setuju-pembentukan-12-kabupatenkota-baru/

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/10/29/brk,20081029-142906,id.html

http://www.kontan.co.id/index.php/Nasional/news/2900/Daerah_Kian_Berkembang__12_Kabupaten_Berdiri_

http://www.kabarindonesia.com

http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com


Perkembangan Pemekaran Daerah
Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik

Oleh:
Barita P. M. Siahaan 0616041024

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prosesi pemakaman pada saat pandemi covid-19 di Indonesia

kreatifitas anak tk membuat rantai emas - pancasila

hi mam... bingung ni ngisi waktu luang anak di rumah? yuk ajak si kecil berkreasi membuat salah satu lambang pancasila sila ke 2 yaitu RANTAI EMAS ... selain melatih kreatifitas anak, aktivitas ini jg dapat menjalin kedekatan si kecil dengan ortu...terimakasih.👍👍